Kalau yang ini, hasil tulisan untuk Mata Kuliah MPKS dulu :)
Perkembangan Seni Karawitan Jawa di Amerika Serikat dan Jepang
Indonesia
adalah negara yang kaya akan kesenian. Berbagai daerah di Indonesia
memiliki kesenian khas masing-masing, seperti kesenian Tari Pendet di
Bali, Wayang Golek di Jawa Barat, Randai di Minangkabau, Musik Kolintang
di Manado, Tari Tor-Tor di Sumateta Utara, serta kesenian batik di
berbagai daerah dengan pola batik khas masing-masing. Di Jawa juga
berkembang kesenian yang disebut Karawitan Jawa. Seorang sarjana Belanda
yang bernama J. L. A. Brandes (1889) menyatakan bahwa ada 10 unsur
kebudayaan yang telah dimiliki bangsa Indonesia sebelum datangnya
pengaruh kebudayaan India, di antaranya Karawitan Jawa. Karawitan Jawa
atau yang dikenal dengan nama Gamelan Jawa tidak hanya berkembang di
Inonesia. Dunia internasional juga telah mengenal kesenian ini, bahkan
sejak dahulu. Jody Diamond (1984) dalam “BALUNGAN: A Publication of the American Gamelan Institude”
memberikan informasi bahwa di Amerika telah ada 98 perangkat gamelan
(Jawa, Sunda, Bali). Selain itu, pada majalah yang sama terbitan Oct.,
1988 terdapat informasi tentang pendidikan karawitan di Amerika dan di
Jepang. Jepang dan Amerika Serikat merupakan dua negara di mana seni
Karawitan Jawa berkembang cukup signifikan.
Musik
gamelan masuk ke Amerika Serikat (AS) pada tahun 1893. Seorang
berkebangsaan Belanda bernama Jaap Kunst yang telah mempelajari musik
gamelan di Jawa selama lima belas tahun berperan dalam memperkenalkan
musik gamelan di AS. Ia megajar di Universitas Amsterdam setelah kembali
ke Belanda. Di universitas tersebut, ia mengajar seorang mahasiswa yang
berasal dari AS. Setelah lulus, mahasiswa tersebut kembali ke AS dan
menjadi pengajar musik daerah di University of California, Los Angeles (UCLA),
Amerika Serikat. Salah satu musik daerah yang diajarkan olehnya adalah
musik gamelan, seperti yang ia pelajari di Belanda. Beberapa
mahasiswanya kemudian juga menjadi pengajar musik, termasuk musik
gamelan. Dari sinilah musik gamelan dapat dikenal dan tersebar di
Amerika Serikat.
Salah
seorang tokoh Indonesia yang berjasa dalam perkembangan seni Karawitan
Jawa di AS Bapak Sumarsam. Ia memperkenalkan musik gamelan hingga
memasuki lingkungan akademis di berbagai universitas di AS. Tokoh
lainnya adalah K.P.H. Notoprojo yang biasa dipanggil Pak Tjokro. Beliau telah mengajar Gamelan Jawa di berbagai universitas, antara lain California Berkeley, San Francisco State University, San Jose State University, dan San Diego.
Setelah Pak Tjokro pensiun, perjuangan untuk mengembangkan seni gamelan
di AS dilakukan oleh Bapak Hardjo Susilo, anak buah Pak Tjokro. Beliau
mengadakan kuliah Karawitan Jawa di University of Hawaii
hingga sekarang. Dalam perkuliahan, awalnya jumlah orang yang tertarik
dengan Karawitan Jawa sangat sedikit. Tetapi, melalui berbagai
perkenalan seperti dari summer program dan masa
pembelajaran di universitas, sekarang justru banyak yang ikut dengan
para pengajar dari Indonesia ke Pulau Jawa untuk belajar lebih dalam
tentang seni Karawitan Jawa.
Jenis
musik tradisi dan tarian Indonesia berkembang pesat di Amerika.
Karawitan Jawa yang merupakan musik tradisi Indonesia termasuk salah
satu yang sangat berkembang pesat. Saat ini, hampir semua universitas
terkemuka di AS memiliki program studi gamelan Indonesia, termasuk
Gamelan Jawa. Jumlah ahli musik gamelan juga semakin banyak. Sekarang
ini, AS telah memiliki 600 perangkat gamelan untuk mendukung program
studi gamelan di berbagai universitas. Hal ini menunjukkan betapa
besarnya ketertarikan AS terhadap musik gamelan. Walaupun seni Karawitan
Jawa terlambat masuk ke AS dibandingkan dengan kesenian tradisi dari
negara lain, namun perkembangannya cukup pesat. Pernyataan ini dikuatkan
dengan dimasukkannya gamelan dalam kurikulum pendidikan AS, dari
tingkat taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi.
Salah satu universitas yang mahasiswanya memiliki minat tinggi untuk belajar Gamelan Jawa adalah Westleyan University.
Jumlah mahasiswa yang mengambil matakuliah Gamelan Jawa setiap
semesternya melebihi kapasitas yang ada. Kondisi ini berbanding terbalik
dengan yang terjadi di Indonesia, di mana kapasitas yang ada seringkali
tidak terpenuhi. Minat mahasiswa Amerika terhadap musik gamelan
menunjukkan bahwa mereka lebih mengahargai musik tradisional. Bahkan,
mahasiswa Westleyan University bersedia mengikuti
seleksi masuk kelas Gamelan Jawa yang diadakan karena kapasitas kelas
tidak mencukupi pendaftar. Dalam bermain musik, hal utama yang harus
dimiliki adalah feeling, demikian pula dalam musik Karawitan
Jawa. Hal inilah yang menjadi salah satu kriteria dalam penyeleksian
mahasiswa. Beberapa mahasiswa yang memiliki latar belakang musik
biasanya lebih mudah untuk memiliki feeling meskipun sebelumnya mereka belum pernah bermain gamelan.
Minat
tinggi warga AS terhadap seni Karawitan Jawa menyebabkan bukan suatu
hal yang asing jika gamelan dimainkan di AS. Saat ini, di AS terdapat
sekitar 300 kelompok Gamelan Jawa dan Bali yang terdaftar di berbagai
negara bagian AS. Sebagian besar dari kelompok tersebut aktif dalam
kegiatan bermain gamelan. Di Washington, ada dua kelompok gamelan yang
cukup terkenal, yaitu kelompok Gamelan Jawa dengan pimpinan D. R. Cindy
Benton-Groener di Departemen Musik William and Mary College dan kelompok
Gamelan Jawa Raras Arum. Banyak warga AS yang bergabung dengan kelompok
tersebut. Kelompok ini sering tampil mementaskan permainan Gamelan
Jawa, misalnya pada acara resepsi kedutaan, acara-acara di pusat budaya,
serta museum.
Di
AS juga terdapat kelompok seni pertunjukkan yang mempunyai misi untuk
mempromosikan pengetahuan dan apresiasi musik, tari, dan budaya
Indonesia melalui pertunjukan dan pembelajaran. Kelompok tersebut
bernama Sumunar Indonesia Music and Dance. Kelompok yang
bermarkas di Minnesota, Amerika Serikat tersebut didirikan oleh warga
Indonesia bernama Joko Sutrisno. Kelompok ini sudah 15 tahun terbentuk
dan telah tampil di berbagai kesempatan. Bulan Juli 2010, kelompok
karawian Sumunar tampil di Aula Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) dan penampilan tersebut
merupakan penampilan pertama di Indonesia, negara asal Karawitan Jawa.
Mereka ke Indonesia juga dalam rangka mengenal lebih dalam lagi akan
musik tradisi gamelan dan tarian dari negara asalnya.
Keberadaan
gamelan di Amerika juga berkaitan dengan paradigma para composer di
Amerika yang cenderung bersifat horisontal. Mereka tidak terikat pada
perkembangan sejarah dan terbuka pada multikulturalisme. Hal ini berbeda
dengan paradigma yang dianut oleh komposer Eropa, yaitu paradigma
vertikal yang mengarah pada monokultural. Di AS terdapat cermin
keberadaan gamelan, yaitu gendhing Pak Chokro. Gendhing Pak Chokro
merupakan komposisi yang dibuat Lou Harrison sebagai penghormatan pada
gurunya, K.R.T Wasitodipuro. Gendhing ini seperti gendhing di Indonesia
yang menggunakan titik laras slendro.
Selain
di Amerika Serikat, seni Karawitan Jawa juga berkembang di Jepang.
Negara Jepang telah mengetahui keragaman budaya Indonesia. Karawitan
Jawa merupakan salah satu kesenian Indonesia yang dikagumi dan digemari
oleh masyarakat Jepang. Seni Karawitan Jawa telah menarik simpati
masyarakat Jepang, sehingga mereka tertarik untuk mempelajarinya. Mereka
juga memadu-padankan kesenian tradisi mereka dengan musik gamelan.
Gamelan Jawa bahkan telah masuk ke desa di Jepang.
Salah seorang tokoh yang memperkenalkan Gamelan Jawa di Jepang adalah seorang profesor dan dosen di Osaka University
bernama Shin Nakagawa. Karena tertarik untuk mempelajari Gamelan Jawa,
ia secara khusus datang ke Yogyakarta untuk mempelajarinya. Setelah
mendalami kesenian asli Indonesia tersebut, ia kembali ke Jepang dan
mendirikan grup gamelan dengan nama Marga Sari. Shin Nakagawa tidak
terfokus pada keklasikan Gamelan Jawa, seperti di Indoenesia. Ia
mengembangkan musik kontemporer untuk menggubah karya-karya gamelan
baru. Berbagai eksperimen dilakukannya untuk mendapatkan komposisi musik
gamelan dengan musik kontemporer. Pada tahun 2008, Marga Sari
menampilkan pertunjukkan teater dongeng “Momotaro” yang dipadu dengan
musik gamelan. dalam pertunjukkan tersebut, gendang berfungsi sebagai
drum ketika interlude berupa musik rock. Gesekan rebab yang
menyayat menciptakan suasana malam hari dengan suara angin. Pagelaran
ini memadukan budaya klasik dari Jepang dan Jawa.
Sebenarnya,
di Jepang terdapat 40-an kelompok gamelan. Dua di antaranya adalah
Lambang Sari dan Tirta Kencana. Kelompok Gamelan Jawa Lambang Sari
dibentuk di Jepang pada tahun 1985 oleh seorang alumnus Tokyo National University of Fine Arts and Music
bernama Fumi Tamura yang mempelajari musik etnik asal Indonesia.
Lumbang Sari berperan dalam memperkenalkan kebudayaan Jawa di Jepang
melalui workshop, kursus seni, kegiatan pentas, dan alternatif lainnya. Kelompok Gamelan Jawa Tirta Kencana dibentuk pada tahun 2002 atas prakarsa dari Prof. Shin Nakagawa yang juga membentuk kelompok
gamelan Marga Sari dari Osaka. Sebagian besar anggotanya adalah
masyarakat Jepang yang berada di daerah Biwa-ko, Shiga. Kelompok ini
melakukan latihan rutin dan sering mengadakan berbagai pertunjukkan dan
workshop. Sambutan meriah dari penonton pada saat pagelaran musik
Gamelan Jawa dan banyaknya warga Jepang yang menghadiri berbagai
pagelaran tersebut menunjukkan antusiasme warga Jepang terhadap Gamelan
Jawa.
Lambang
Sari merupakan kelompok musik Gamelan Jawa yang telah dikenal di
kalangan pemusik gamelan di Indonesia. Mereka pernah bekerja sama dengan
seniman-seniman Indonesia, seperti Didik Niniek Towok dan Ki Purbo
Asmoro. Mereka bekerja sama melakukan pentas, kursus, loka karya, serta
berbagai kegiatan lain di sejumlah daerah di Jepang. Akan tetapi,
kelompok Gamelan Jawa tidak hanya mengadakan pementasan di Jepang,
tetapi juga di Indonesia, daerah asal seni Karawitan Jawa. Salah satu
pementasan kelompok Gamelan Jawa Jepang di Indonesia adalah pementasan
Lumbang Sari di Solo pada acara Solo International Performing Art
(SIPA) 2010. Dalam pementasan tersebut, Lumbang Sari memadukan unsur
tradisi negara mereka dengan musik Gamelan Jawa dengan tetap tetap
berpijak pada unsur tradisi. Lambang Sari menampilkan
pertunjukkan dengan judul “Khoci” yang dalam bahasa Jepang berarti angin
dari timur dan angin musim semi. Maksud dari angin timur adalah negara
Jepang yang berada di timur Indonesia. Pada pertunjukkan tersebut,
mereka menampilkan permainan gamelan dengan cukup indah.
Pada
dasarnya, kesenian Jepang menyerupai kesenian Indonesia. Antara musik
tradisi Indonesia dengan Jepang memiliki kesamaan harmoni musik
ketimuran sehingga dapat dipadukan, tetapi tetap berpijak pada unsur
tradisi. Persamaan antara musik tradisi Jepang dengan musik Gamelan Jawa
dapat terlihat dalam lagu “Sakura-Sakura”. Tangga nada lagu tersebut
memiliki kesamaan dengan lagu “Madenda” di Sunda. Selain
itu, apabila lagu “Kokiriko-bushi” dipadukan dengan tangga nada slendro
dari Jawa akan menghasilkan suara yang hampir mirip dengan lagu aslinya.
Sedangkan lagu rakyat Okinawa yang berjudul “Tanchame” apabila
dimainkan dengan tangga nada lagu khas Okinawa akan memiliki kemiripan
dengan tangga nada pelog dari Jawa. Persamaan yang dimiliki musik
tradisi Jepang dengan musik tradisi Jawa menjadi salah satu faktor
mengapa seni Karawitan Jawa mudah diterima oleh masyarakat Jepang.
Warga
Indonesia juga memiliki peranan dalam memperkenalkan kesenian Karawitan
Jawa di Jepang. Cara yang ditempuh adalah dengan menggelar pertunjukkan
Karawitan Jawa di Jepang. Pada bulan September 2010 Institut Seni
Indonesia (ISI) Yogyakarta menggelar pertunjukkan seni Gamelan Jawa di
Osaka. Pada kesempatan tersebut ISI berkolaborasi dengan kelompok
Gamelan Jawa Marga Sari. Warga Jepang yang menonton pertunjukkan
tersebut tertarik untuk mempelajari Gamelan Jawa. Dengan demikian,
melalui pertunjukkan seni Karawitan Jawa di Jepang, kebudayaan Indonesia
dapat dikenal bahkan dikagumi oleh warga Jepang.
Perkembangan
seni Karawitan Jawa di Jepang tidak hanya di kota, tetapi juga di desa.
Kelompok gamelan yang bernama Dharma Budaya pimpinan Prof.
Shin Nakagawa berperan dalam memperkenalkan musik Gamelan Jawa di
desa-desa di Jepang. Mereka yang tergabung dalam kelompok ini pernah
belajar gamelan di Jawa dengan spesialis waditra masing-masing. Kelompok
ini memiliki program “Gamelan Masuk Desa”. Dengan adanya program
tersebut, kesenian Gamelan Jawa juga berkembang di desa-desa di Jepang.
Amerika
Serikat dan Jepang memiliki kesenian daerahnya masing-masing. Akan
tetapi, di kedua Negara tersebut, kesenian Karawitan Jawa tetap dapat
berkembang dengan signifikan. Warga Amerika dan Jepang tertarik untuk
belajar kesenian Karawitan Jawa. Hal ini menandakan bahwa seni Karawitan
Jawa bukan sebuah tradisi yang sudah ketinggalan zaman. Seni Karawitan
Jawa dapat berkembang di kedua Negara tersebut berkat adanya tokoh-tokoh
negara tersebut yang telah lebih dahulu mempelajari kesenian tersebut
dan memperkenalkannya di negaranya. Tidak terlepas juga dari peranan
Indonesia dalam memperkenalkan seni Karawitan Jawa di kedua Negara
tersebut, bahkan negara-negara lain. Sebagai warga Indonesia, kita
hendaknya dapat lebih mencintai kesenian asli negara kita, termasuk
Karawitan Jawa.
DAFTAR PUSTAKA
P., Soedarso S. (ed.). 1987. “Beberapa Catatan tentang Perkembangan Kesenian Kita”. Yogyakarta: BP ISI Yogyakarta.
Komentar
Posting Komentar